Sumber: Banjarmasin Post, Kamis, 6 Agustus 2009
Pelaihari, BPOST-Keringat membasahi wajah dan leher H Rusmiannor AB. Tangan mantan sekretaris DPRD Tala itu bergetar memegang lembaran kertas berisi keberatan tertulisnya atas dakwaan JPU (jaksa Penuntut Umum) Kejari Pelaihari.
“Saya tidak bersalah. Sekarang ditembak di kepala pun saya siap, karena akan mati sahid,” katanya.
Pernyataan itu diutarakan Rusmianoor saat sidang perdana di Pengadilan Negeri Pelaihari, Rabu (5/8). Rusmianoor menjadi terdakwa tunggal dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) program kesehatan pimpinan dan anggota DPRD 2006.
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Avia Uchriana, Rusmianoor mengatakan dalam kasus tersebut dia adalah tumbal atau kambing hitam. Dia merasa menjadi korban politik.
Rusmianoor menegaskan dalam hal program jaminan kesehatan dewan tersebut, dia tak begitu terlibat. Dia hanya sebatas menindaklanjuti hasil pembahasan antara tim anggaran eksekutif dan legislative terkait program asuransi dewan.
Dalam dakwaan, PU menyatakan program asuransi dewan tersebut bertentangan dengan Perda 17/2005 dan PP 24/2004 sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp170.565.600,00.
Sesuai ketentuan itu mestinya nominal premi asuransi dewan yang dibayarkan ke perusahaan asuransi hanya Rp564.480,00 atau setara dengan premi asuransi pimpinan daerah (bupati), namun faktanya premi yang dibayarkan Rp6.250.000,00 atau totalnya Rp187.500.000,00 untuk 30 orang anggota dewan.
Rusmianoor mengakui program asuransi dewan tersebut menjadi temuan dalam pemeriksaan BPK beberapa tahun lalu. Namun rekomendasi BPK hanya sebatas meminta BUpati TAla menegur sekwan (dirinya) agar kelak merujuk Perda 17/2005 dalam hal program keseharan dewan.
Sepengetahuannya tidak ada rekomendasi dari BPK ke kejaksaan. Pasalnya hal tersebut sifatnya hanya sebatas administrative atau masuk ranah hukum administrative.
Dia lantas membandingkan anggaran jaminan kesehatan di Kabupaten Murungraya (Mura), Kalteng, yang merupakan kampong halamannya. Di Mura, anggaran asuransi dewan setempat mencapai Rp5 juta per orang dan tak pernah dipersoalkan atau menjadi masalah hukum.
“Karenanya saya berharap agar jaksa benar-benar cermat dalam menelaah sebuah persoalan, apakah masuk ranah hukum administrative atau pidana,” kata Rusmianoor.
Pengacara Rusmianoor dalam eksepsinya menegaskan kliennya tak bisa dipersalahkan jika program asuransi dewan tersebut dianggap keliru. Pasalnya Rusmianoor bukan pejabat pembuat kebijakan, tapi sebatas pelaksana administrative. (roy).
Leave a Reply