Jakarta, Kamis (15 Januari 2009) – Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara merupakan fondasi utama terciptanya good governance yang merupakan prasyarat mutlak dalam demokrasi politik dan ekonomi yang sesungguhnya. Juga merupakan faktor utama agar Indonesia tidak lagi terperosok dalam krisis seperti 1997-98. Hal ini dilontarkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Anwar Nasution, dalam acara Penganugerahan Penghargaan BPK, Kamis (15/1), di Auditorium BPK.
Menurut Anwar, Indonesia saat ini harus berjuang agar tak terkena dampak berkelanjutan dari krisis ekonomi global. Dalam keadaan kurang berfungsinya kebijakan moneter, semakin besar harapan ditujukan pada kebijakan fiskal untuk mengatasi krisis dan menggerakkan perekonomian. Kebijakan fiskal tersebut harus dilakukan secara temporer, dengan timing yang tepat, serta struktur dan arah sasaran yang tepat. Tapi, menurut Anwar lagi, kebijakan fiskal saat ini sulit mencapai tujuan yang diharapkan tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas fiskal. Di sisi lain, masih ada aturan perundang-undangan yang saling bertentangan seperti UU Perpajakan atau adanya lembaga negara yang tidak taat pada hukum. Hal-hal tersebut mengakibatkan pembatasan pemeriksaan BPK.
Menurut Anwar, pemerintah juga sangat lamban menindaklanjuti rekomendasi dan saran pemeriksaan BPK. ”Padahal perbaikan tata kelola keuangan negara merupakan kunci pokok bagi pencegahan korupsi secara preventif dan surat berharga seperti SUN,” kata Anwar. Salah satu contoh kelambanan pemerintah adalah ditemukannya ribuan rekening liar, termasuk rekening pribadi pejabat negara yang sudah lama meninggal dunia. Akibat ketiadaan konsolidasi keuangan yang baik, pemerintah tidak tahu posisi keuangannya setiap saat. Pemeriksaan BPK menemukan peningkatan jumlah rekening ”liar” dari 957 pada 2004 menjadi 2.240 rekening dengan nilai sebesar Rp1,3 trilun pada 2007.
Contoh lain adalah jadwal waktu pengeluaran belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. BPK menemukan bahwa terjadi penumpukan anggaran baik di Pusat maupun di daerah, dan realisasi pengeluaran anggaran baru berlangsung menjelang kuartal keempat tahun anggaran, utamanya bulan Desember. Karena belum adanya program yang terpadu dari Pemerintah untuk mengimplementasikan paket tiga UU di Bidang Keuangan Negara, kualitas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah selama empat tahun terakhir jauh dari menggembirakan. Oleh karena itu, BPK telah mengambil enam inisiatif ’beyond the call of duty’ untuk mendorong percepatan pembangunan sistem pembukuan dan manajemen keuangan negara.
Keenam inisiatif itu adalah: (1) Pemerintah daerah menandatangani management representative letter; (2) Pemerintah daerah menentukan kapan mencapai opini WTP dengan menyusun action plan; (3) Pemerintah daerah menggunakan universitas setempat dan BPKP untuk memperbaiki sistem keuangan daerah; (4) Mendorong perombakan struktural Badan Layanan Umum (BLU), BUMN dan BUMD agar menjadi lebih mandiri dan korporatis;(5) DPRD membentuk panitia akuntabilitas publik untuk mendorong pemerintah daerah dan menindaklanjuti temuan BPK RI; (6) Dalam lingkungan makro, di tingkat departemen, Depdagri, Depkeu, dan Departemen teknis berkoordinasi untuk menyusun suatu desain dalam melaksanakan paket tiga UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004.
Keenam inisiatif BPK itu telah mulai menunjukkan tanda-tanda yang positif. Berbagai instansi Pemerintah Pusat dan Daerah telah menyusun Program Aksinya masing-masing untuk meningkatkan opini pemeriksaan BPK atas laporan keuangannya. Walaupun kondisi umum pengelolaan keuangan negara dan daerah masih menunjukkan berbagai kelemahan, BPK menilai terdapat beberapa institusi pemerintahan yang telah mampu memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
Tahun ini, BPK menganugerahkan penghargaan kepada 17 Departemen/Lembaga dan 4 Pemerintahan Daerah dalam dua kategori penghargaan. Pada kategori pertama yaitu Penghargaan BPK atas Laporan Keuangan TA 2007 dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian, diberikan kepada 14 Departemen/Lembaga, yaitu: Kementerian Negara BUMN, Badan Inteligen Negara, Dewan Ketahanan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional, Mahkamah Konstitusi, Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Lembaga Administrasi Negara, Kementerian Perumahan Rakyat, BRR NAD-Nias, Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial, Lembaga Penjaminan Simpanan, Komisi Pemberantasan Korupsi, serta Bank Indonesia. Untuk kategori yang sama, penghargaan ini diterima juga oleh empat pemerintahan daerah, yaitu: Provinsi Gorontalo, Kota Tangerang, Kota Banjar, dan Kabupaten Aceh Tengah. Pada kategori kedua yaitu Penghargaan BPK atas Upaya Pencapaian Pelaporan Keuangan yang Baik TA 2007, diberikan kepada tiga departemen, yaitu: Departemen Perindustrian, Departemen Sosial, dan Departemen Pertahanan. Penghargaan dengan kategori kedua ini juga diberikan kepada satu pemerintahan daerah, yaitu Kota Tangerang.
Penghargaan ini diberikan BPK untuk kedua kalinya sebagai salah satu perwujudan visi dan misi BPK dalam mendorong perbaikan pengelolaan keuangan negara. Penghargaan BPK diberikan pertama kalinya pada peringatan 60 tahun BPK pada 2007. Saat itu, BPK hanya memberi penghargaan untuk satu kategori, yaitu apresiasi BPK atas upaya menuju tertib administrasi keuangan daerah. Pemerintahan Daerah yang mendapatkan penghargaan tersebut adalah Pemerintahan Provinsi Gorontalo.
Pada penghargaan BPK tahun 2009 ini, Provinsi Gorontalo hanya mendapat penghargaan untuk kategori laporan keuangan TA 2007 dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Penghargaan untuk kategori kedua tidak diperoleh Provinsi Gorontalo, karena pemerintahan ini telah berada pada posisi kemapanan upaya pelaporan keuangan, bukan pada kondisi membangun upaya pelaporan keuangan yang baik.
Tiga departemen yang meraih penghargaan kategori kedua, Upaya Pencapaian Pelaporan Keuangan yang Baik TA 2007, dinilai membangun upaya pencapaian pelaporan keuangan meskipun belum mencapai opini terbaik dengan tetap mengedepankan karakter lingkungan organisasinya. Hal ini membuat BPK berharap terjadi pemahaman bahwa perbaikan tata kelola keuangan suatu organisasi harus dengan memanfaatkan sumber daya organisasi sebagai sumber inspirasi perubahan, bukan dengan menjadi organisasi yang meninggalkan jati dirinya.
Sedangkan Kota Tangerang sebagai pemerintahan daerah yang memperoleh penghargaan kategori kedua ini, terpilih dengan keunggulan membangun keberlangsungan sumber daya pengelola keuangan daerah secara merata di setiap level sesuai dengan tuntutan fungsi organisasinya. BPK mengharapkan, dari contoh pengelolaan keuangan Kota Tangerang, muncul pemahaman bahwa pola pembangunan sumber daya pengelola keuangan di Indonesia
bervariasi. Variasi ini akan berdampak pada keberlangsungan upaya pelaporan keuangan yang baik sehingga terus berada dalam kondisi kemapanan pelaporan keuangan.
Penghargaan BPK tahun ini difokuskan pada pelaporan keuangan TA 2007 dan tidak dimaksudkan untuk menjamin ketiadaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Melalui penganugerahan penghargaan ini, dapat terbentuk pandangan bahwa suatu pelaporan keuangan yang baik tidak hanya berujung pada tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian. Namun, BPK berharap terjadi suatu pemahaman bahwa laporan keuangan yang baik dapat menjadi sumber informasi yang strategis dalam pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan.
Penghargaan ini diharapkan menjadi motivator dilakukannya perbaikan tata kelola keuangan untuk mewujudkan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Leave a Reply