SYAHRIANI LESU USAI SIDANG
Sekda Banjarbaru nonaktif Syahriani Syahrir masih bisa tersenyum saat mengikuti sidang pembacaan tuntutan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Bandara Syamsuddin Noor, di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Banjarmasin, Rabu (27/5). Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya cukup berat, yakni 10 tahun penjara.
Dihadapan Majelis Hakim dipimpin Abdul Siboro, JPU Wachid dan Wahyuni dengan lantang menyatakan Syahriani jelas melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Korupsi. Selain tuntutan 10 tahun penjara, dia juga dikenai denda Rp300 juta atau subsider enam bulan kurungan. Dia wajib pula membayar uang pengganti Rp16,9 miliar atau diganti dua tahun penjara.
Usai sidang, Syahriani tampak lesu. Dia membuka rompi tahanan tipikor Kejaksaan Tinggi Kalsel berwarna oranye kemudian berbicara serius dengan penasihat hukumnya, M Yos Faisal Husni. Kemudian, mereka keluar rung sidang bersamaan.
Syahriani menyatakan akan menyusun pembelaan. Menurut dia, nilai tuntutan Jaksa itu terkesan mengada-ada dan disebutnya tuntutan keliru. “Ini jelas keliru dalam tuntutan ini. Saya yakin saya masih tak bersalah. Justru Jaksa yang salah hitung dalam hal ini,” kata dia.
Dia malah menuding Jaksa dalam menghitung tidak ada dasar. Malah disebutnya Jaksa dalam menegakkan hukum malah melanggar hukum. Kewenangan itu dalam menghitung kerugian negara tak dalam penyidik. “Itu melanggar hukum harusnya BPK RI,” katanya.
Pejabat di Pemko Banjarbaru ini berharap, majelis hakim berpandangan adil dalam persoalan ini. “Dalam menegakkan hukum janganlah melanggar hukum,” katanya.
Sementara itu, terdakwa lainnya Sapli Sanjaya, ketika mendengar dituntut selama 12 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan dan bayar uang pengganti Rp6,9 miliar atau 2 tahun kurungan, melalui kuasa hukumnya langsung menyanggah, “ Kalau alasannya kuasa lebih satu tak boleh, selain Sapli banyak, kenapa dalam hal ini Sapli saja. Why Sapli?” tanyanya.
Sementara ekspresi beda pada terdakwa Eko Widiyawati. Setelah mendengar tuntutan JPU dinilai berat terhadap kliennya, penasihat hukum Pieter Hadjon menilai tuntutan tersebut membabi buta, ini tidak sesuai dengan isi proses persidangan.
Pieter menyebutkan, klien dalam proses persidangan tidak terbukti apa yang didakwakan kepadanya. “Saya yakin kliennya bisa bebas. Jelas di persidangan tak ada bukti mengarah ke bu Eko dalam dakwaan,” kata dia.
Tim JPU dari Kejaksaan Tinggi Kalsel sepakat ketiga terdakwa melanggar Pasal 2 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ini sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, seperti pada dakwaan primernya.
Sumber Berita : Banjarmasin Post, 28 Mei 2015
Catatan Berita :
– Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain;
– Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
– Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa :
(1) Selain pidana tambahan dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai pidana tambahan adalah :
- Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud barang tidak bergerak yang digunakan untuk yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pun harga dari barang yang menggantikan barang tersebut;
- Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
- Penutupan usaha atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun;
- Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana;
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan karenanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
– Pasal 55 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
- Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Leave a Reply