Jakarta, Selasa (3 Juni 2008) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia kembali tidak menyatakan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2007. Ini berarti, selama empat tahun berturut-turut,2004 – 2007, BPK telah memberikan opini disclaimer atas LKPP.
Opini atas LKPP yang terus menerus buruk seperti ini menggambarkan bahwa hampir belum ada kemajuan dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara setelah empat tahun berlakunya paket ketiga UU Keuangan Negara tahun 2003-2004, delapan tahun sejak diberikannya otonomi yang luas kepada daerah, dan sepuluh tahun setelah reformasi. Demikian dikatakan oleh Ketua BPK Anwar Nasution ketika menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPP tahun 2007 kepada pimpinan DPR dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa, 3 Juni 2008. Terdapat tujuh alasan pokok yang menyebabkan opini disclaimer pada LKPP 2004-2007, yaitu (1) terbatasnya akses BPK atas informasi penerimaan dan piutang pajak serta biaya perkara yang dipungut oleh Mahkamah Agung, (2) kelemahan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara, termasuk terbatasnya SDM pengelola keuangan di pusatdan daerah, (3) belum tertibnya penempatan uang negara dan belum adanya single treasury account Pemerintah, (4) tidak adanya inventarisasi aset serta hutang maupun piutang negara, (5) sistem teknologi informasi yang kurang handal dan tidak terintegrasi, (6) kelemahan sistem pengendalian intern Pemerintah yang belum mampu melakukan reviu kebenaran laporan keuangan sebelum diperiksa oleh BPK, dan (7) ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan terkait masih adanya penerimaan dan pengeluaran di luar mekanisme APBN. Kelemahan tersebut tidak memungkinkan bagi BPK untuk memberikan opini tentang risiko fiskal pemerintah dalam membiayai kegiatan pokok dan menulasi kewajiban hutang.
Berikut ini beberapa hal penting lain yang disampaikan oleh Ketua BPK:
1. Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) Tahun 2007 dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2006 secara umum menunjukkan bahwa kualitas LKKL dan LKPD dalam tiga tahun terakhir memiliki tendensi yang semakin memburuk dari tahun ke tahun:
a. Hanya kementerian/lembaga yang skalanya kecil atau baru dibentuk yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan setidaknya terdapat tiga kelemahan menonjol dalam LKKL, yaitu (1) adanya pendapatan negara dan hibah di luar APBN pada 15 departemen/lembaga negara, (2) adanya belanja negara yang berada di luar APBN pada 16 departemen/lembaga negara, (3) kurang tertibnya inventarisasi dan penilaian aset tetap pada 58 departemen/lembaga negara.
b. Hampir tidak ada kaitan dan keterpaduan antara APBN Pemerintah Pusat dan APBD Provinsi/Kota/Kabupaten dan sebagian permasalahan di daerah terjadi karena seringnya Pemerintah Pusat menerbitkan peraturan yang saling bertentangan, sering berubah, dan multi interprestasi.
2. Selain memberikan opini, BPK juga menyampaikan empat laporan lain yaitu: (1) LHP Sistem Pengendalian Intern, (2) LHP Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan, (3) Laporan Pemantauan Tindak Lanjut atas Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2004-2006, dan (4) Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Pemerintah Pusat tahun 2007, yang secara umum menunjukkan berbagai kelemahan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah sebagai berikut: Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang menonjol antara lain: (1) Proses penyusunan LKPP tidak sesuaidengan sistem akuntansi yang telah ditetapkan, (2) Sistem aplikasi dan teknologi informasi penyusunan LKPP tidak terintegrasi dan tidak handal, (3) Penerimaan migas tidak transparan dan tidak disetor langsung ke kas negara sesuai mekanisme APBN, (4) Sebagian penerimaan dan penggunaan dana hibah, terutama dari luar negeri, digunakan langsung oleh instansi penerima, tanpa mekanisme APBN dan tidak dipertanggungjawabkan dalam LKPP Tahun 2007, (5) Sistem penyaluran, pencatatan, dan pelaporan realisasi bantuan sosial tidak memadai, (6) Pencatatan dan pelaporan belanja untuk kegiatan akhir tahun tidak sesuai realitas dan tidak didukung bukti valid, (7) ”Rekening Pemerintah Lainnya” belum selesai ditertibkan dan terdapat rekening yang tidak diperlukan lagi yang mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkannya untuk pembiayaan anggaran negara, (8) Sistem pembukuan aset negara – termasuk aset pemerintah yang dikelola oleh BP MIGAS buruk sehingga piutang pajak, penyertaan modal negara, aset tetap dan aset lainnya tidak dapat diyakini kewajarannya, (9) Sistem akuntansi hutang luar negeri tidak handal, penghitungan bunga hutang tidak akurat dan pelaporannya tidak memadai, dan (10) Perbedaan Saldo buku Sisa Anggaran Lebih (SAL) dengan saldo fisik uang yang tidak dapat dijelaskan oleh pemerintah. Hingga saat ini Pemerintah Pusat dan daerah belum melakukan langkah-langkah perbaikan SPI sebagaimana diamanatkan Pasal 58 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang menonjol antara lain: (1) Pungutan pada sebelas kementerian/lembaga tidak ada dasar hukumnya dan/atau dikelola di luar mekanisme APBN, (2) Pertanggungjawaban belanja dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak memadai, (3) Pengeluaran Pemerintah tidak dilaporkan dan/atau di luar mekanisme APBN.
Rendahnya tindak lanjut atas Hasil Pemeriksaan 2004-2006, yang nampak dari berulangnya temuan-temuan tahun 2004-2006 mengenai SPI dan ketidakpatuhan pada Hasil Pemeriksaan LKPP Tahun 2007. Hal ini mencerminkan kelambatan Pemerintah untuk memperbaiki administrasi keuangannya sesuai dengan rekomendasi dan saran kebijakan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2004 – 2006. Dari keseluruhan 131 temuan pemeriksaan LKPP 2004-2006, jumlah yang sudah ditindaklanjuti sebanyak 39 temuan, yang sedang ditindaklanjuti dan belum selesai sebanyak 89 temuan, dan jumlah yang belum ditindaklanjuti sebanyak tiga temuan, yaitu investasi permanen lainnya pada Bank Indonesia tidak jelas statusnya, pengendalian atas realisasi belanja bantuan sosial tidak memadai, dan pengeluaran rekening pemerintah lainnya tidak melalui mekanisme APBN.
3. Langkah yang diperlukan untuk mengatasi berbagai kelemahan mendasar tersebut di atas dan sekaligus membangun sistem keuangan negara yang transparan dan akuntabel adalah:
a. Seluruh auditee di ketiga tingkat pemerintahan – pusat, provinsi, dan kabupaten/kota – menyampaikan ”Surat Representasi Manajemen” pada setiap pemeriksaan BPK sebagai bentuk pernyataan tanggung jawab atas laporan keuangan yang disusun;
b. Seluruh auditee menyusun action plan (rencana aksi) dengan jadwal waktu tertentu sebagai bentuk rencana tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK untuk menuju opini WTP, setidaknya pada enam bidang : (1) sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, (2) sistem teknologi informasi, (3) penertiban rekening Pemerintah, (4)inventarisasi aset tetap dan utang, (5) penjaminan mutu oleh pengawas internal, dan (6) peningkatan kualitas SDM pengelola dan pengawas keuangan negara/daerah dan BUMN/BUMD.
c. Kementerian Negara BUMN dan instansi yang membawahi BUMD agar sesuai dengan kewenangannya dapat mendorong BUMN dan BUMD mempercepat waktu penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit sehingga dapat dimasukkan sebagai bagian LKPP/LKPD secara tepat waktu sesuai amanat UU Keuangan Negara 2003-2004.
d. DPR RI, DPD RI, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota membentuk Panitia Akuntabilitas Publik untuk mendorong Pemerintah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, dan memantau pelaksanaan APBN dan APBD secara keseluruhan secara lebih efektif dan efisien. BPK berharap agar Pemerintah dan Lembaga Perwakilan dapat segera menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK danbersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya menuntaskan kesiapan infrastruktur pendukung implementasi tiga paket UU Keuangan Negara untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. LHP atas LKPP Tahun 2007 ini diharapkan memberi manfaat yang optimal bagi DPR sebagai pemegang hak budget yang menyetujui pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN TA 2007.
BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI
ttd
Pelaksana Tugas Kepala Biro
B. Dwita Pradana
Leave a Reply