Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tetap berpijak pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk menangani kepala daerah yang kebijakannya berujung pada pidana korupsi.
KPK tidak akan terpengaruh pada peraturan presiden yang menjamin kepala daerah tidak dikriminalisasi demi percepatan pembangunan infrastruktur.
“KPK tetap berpihak pada Undang-Undang Tipikor apabila penyelenggara negara, termasuk kepala daerah, kebijakannya menyimpang dan jelas-jelas ada unsur kesalahan,” ujar Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Senoadji (7/7/2015).
Menurutnya, kepala daerah berpotensi melakukan tindak pidana korupsi melalui kebijakan administratif yang dibuatnya. Misalnya, kepala daerah dan pejabat eselon lainnya menyalahgunakan wewenang saat menjadi Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan dan konstruksi barang.
Dalam prosesnya, kepala daerah berpotensi meloloskan perusahaan tertentu sebagai penggarap proyek tanpa menjalani lelang. Modus lain yakni penggelembungan anggaran dan pencairan dana pengerjaan meski proyek tak rampung 100 persen. Menjanjikan sebuah proyek pada perusahaan rekanan dengan sistem ijon juga menjadi salah satu modus korupsi.
Indriyanto menekankan apabila ada unsur kesengajaan di balik kebijakan yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), maka perpres tersebut tidak berlaku.
Indriyanto menambahkan, prespres tersebut harus diapresiasi sepanjang berkehendak bagi pendekatan pencegahan korupsi.
Sumber Berita:
tribunnews.com, KPK: Perpres Tak Berlaku Bagi Kebijakan Kepala Daerah Menimbulkan Pidana Korupsi, Selasa, 7 Juli 2015.
www.cnnindonesia.com, Perpres Anti Kriminalisasi Tidak Berlaku Bagi Terduga Korupsi, Rabu, 8 Juli 2015.
Catatan berita:
- Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
- Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (“UU 28/1999”), Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Dalam Pasal 2 UU 28/1999 dijelaskan siapa saja yang termasuk penyelenggara negara, yaitu:
- Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara
- Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
- Menteri
- Gubernur
- Hakim
- Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Kriminalisasi (criminalization) membahas penentuan suatu perbuatan sebagai tindak pidana (perbuatan pidana atau kejahatan) yang diancam dengan sanksi pidana tertentu. Perbuatan tercela yang sebelumnya tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan terlarang dijustifikasi sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana. uang lingkup kriminalisasi tidak hanya berkaitan dengan penentuan perbuatan yang semula bukan merupakan perbuatan yang dilarang, kemudian dilarang disertai ancaman sanksi tertentu, tetapi juga berkaitan dengan pemberatan sanksi pidana terhadap pidana yang sudah ada.
Leave a Reply