Pengawasan Atas Pendapatan Bagi Hasil Migas Perlu Dilakukan Secara Optimal

PinrangSelasa (2 September 2014) – Dalam rangka membangun komunikasi efektif dengan pemangku kepentingan khususnya yang terkait dengan pengelolaan kegiatan minyak dan gas bumi (migas), Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) menyelenggarakan Diskusi Tebatas dengan tema “Optimalisasi Pengawasan Atas Pendapatan Bagi Hasil Migas” pada hari ini (2/9) di Auditorium Kantor Bupati Pinrang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan dengan narasumber Auditor Keuangan Negara VII BPK, Dr. Abdul Latief, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Ir. Hj. A. P. A. Timo Pangerang, dan Kepala Divisi Manajemen Risiko dan Perpajakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Sampe L. Purba. Kegiatan ini dihadiri oleh Bupati Pinrang, H. A. Aslam Patonangi, S.H., M.SiKepala Perwakilan BPK Provinsi Sulawesi Selatan, Tri Heriadi, S.E., M.M. Kegiatan ini diikuti oleh para Sekretaris Daerah, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, Inspektur, Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Kepala Dinas Sumber Daya Alam, dan Camat wilayah Kabupaten Pinrang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten Barru, Kota Pare Pare, Kabupaten Sidenreng Rappang, dan Kabupaten Enrekang.

 

Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan : 1) memberikan pemahaman mengenai tugas dan peran BPK dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, khususnya terkait sektor migas; 2) menggali pendapat/masukan mengenai optimalisasi pengelolaan kegiatan usaha migas dan pendapatan hasil usaha migas dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat; 3) menyerap berbagai permasalahan yang terjadi dalam kegiatan usaha sektor migas.

 

Pasal 4 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyebutkan bahwa minyak dan gas bumi adalah sumber daya alam strategis tak terbarukan yang merupakan kekayaan nasional. Dalam pengelolaannya, minyak dan gas bumi di Indonesia dikuasai oleh negara dengan pengaturan pembagian keuntungan berdasarkan pada aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dengan dasar bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945).

 

Penerimaan negara/daerah dari sektor minyak dan gas bumi (migas) berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam migas yang pengelolaannya dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia dilakukan oleh para kontraktor berdasarkan suatu kontrak kerja sama dengan pemerintah. Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pada kegiatan usaha migas. Kontrak kerja sama dimaksud dilaksanakan oleh suatu badan/institusi yaitu SKK Migas dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Kontrak tersebut mengatur bagaimana hasil produksi dibagi sesuai dengan kontrak Production Sharing Contract (PSC).

 

Hasil pemeriksaan BPK pada sektor migas antara lain mengungkapkan :

(1) Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan kontrak serta kelemahan sistem pengendalian internal;

(2) perhitungan lifting per daerah penghasil migas tidak cermat; dan

(3) Koordinasi antar instansi pemerintah terkait dalam Perhitungan DBH SDA Migas belum optimal.

 

Dalam paparannya, A.P.A. Timo Pangerang menjelaskan mengenai fungsi dan peran DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan atas pengelolaan penerimaan negara dari sektor migas. Sedangkan Abdul Latief antara lain menjelaskan mengenai pengawasan pemeriksaan BPK atas pengelolaan kegiatan sektor migas. Adapun Sampe L Purba antara lain menjelaskan mengenai mekanisme dan skema penyelenggaraan pengelolaan kegiatan migas.

» Format PDF

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of