Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Manusia hidup bersama-sama karena saling membutuhkan satu sama lain. Manusia sebagai individu saling bergaul untuk mempertahankan hidupnya. Berdasarkan hal tersebut, Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicon, yang berarti manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dan memiliki hubungan antara satu dengan yang lain (R. Soeroso, 2009:49). Sebagai subjek hukum tentunya manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan tindakan hukum.[1]
Hampir semua proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah selalu dipublikasikan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Landasan yuridis pemungutan pajak mengacu pada Pasal 23 huruf (a) Undang- Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang”. Dilihat dari lembaga pemungutnya, pajak dibedakan atas pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan hasilnya digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak pusat antara lain meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan barang mewah (PPn BM), pajak bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bea Meterai. Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi misalnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Sedangkan pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota misalnya pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak hiburan dan lain-lain (Sunyoto dan Ery Hidayanti, 2011: 43).[2]
[1] Aditya Anggi Pamungkas, 2017, “Tinjauan Yuridis Fungsi Bea Meterai Dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Surat “, Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli – Desember 2017, hlm 24.
[2] Aditya Anggi Pamungkas, 2017, “Tinjauan Yuridis Fungsi Bea Meterai Dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Surat “, Jurnal Repertorium Volume IV No. 2 Juli – Desember 2017, hlm 24-25.
4. TH Pajak Dokumen yg Dibebankan oleh Negara_revisi sesuai UU 10-2020_reviu binbangkum_unggah
Leave a Reply