Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2012 Atas Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2010 s.d. 2012

Jakarta, Rabu (10 April 2013) – Pada Semester II Tahun 2012 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) telah melakukan pemeriksaan atas Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2010 s.d. 2012. Penjelasan mengenai hasil pemeriksaan tersebut disampaikan oleh Anggota BPK RI,  Dr. Ali Masykur Musa, M.Si, M.Hum. dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Pusat BPK RI, Jakarta pada hari ini (10/4).

Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, pemerintah menargetkan  swasembada daging sapi akan dicapai pada tahun 2014, yaitu terwujudnya komposisi pemenuhan konsumsi daging sapi dari produksi lokal sebesar 90 % dan dari impor sebesar 10 % (pada tahun 2010, impor daging sapi masih 30 %).

Menteri Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2010 telah menetapkan Blue Print  PSDS yang memuat rencana kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai swasembada daging sapi, yaitu :    (1) Peningkatan penyediaan bakalan dan daging sapi lokal; (2) Peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal; (3) Pencegahan pemotongan sapi betina produktif; (4) Penyediaan bibit sapi; dan   (5) Pengaturan stok daging sapi dalam negeri.

Pemeriksaan kinerja atas program PSDS dilakukan pada bulan Agustus s.d. Oktober 2011. Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa target dan tujuan PSDS tidak akan tercapai karena Kementerian Pertanian belum menunjukkan kinerja yang baik dalam pengendalian impor daging sapi.

Hasil pemeriksaan kinerja yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut :

1.    Pencegahan penyembelihan sapi betina produktif tidak efektif.

Dalam dokumen Blue Print PSDS 2014 dinyatakan bahwa penyembelihan sapi betina produktif (SBP) di Indonesia telah mencapai tingkat yang membahayakan bagi keberlangsungan pengembangan populasi sapi nasional, yaitu sebanyak 200 ribu ekor/tahun. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan RI juga menunjukkan data bahwa penyembelihan SBP pada tahun 2010 telah mencapai 204.196 ekor atau 11,8 % dari jumlah sapi yang disembelih secara nasional;

2.    Pelaksanaan kegiatan-kegiatan PSDS tahun 2010 yang pendanaannya menggunakan sistem bantuan sosial ternyata tidak efektif menunjang pencapaian program PSDS 2014.

Bantuan sosial tahun 2010 sebesar Rp12,18 milyar kepada 28 kelompok ternak di 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan untuk program pengembangan sumber pembibitan sapi potong, ternyata tidak efektif karena tidak berlokasi di wilayah potensi sumber bibit sapi bali dan Instalasi Pembibitan Rakyat (IPR) yang telah ditetapkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 463/VIII/1976 tanggal           11 Agustus 1976.

BPK RI pada bulan Oktober s.d. Desember 2012 melakukan pemeriksaan lanjutan dengan lingkup pemeriksaan pada kegiatan  pengendalian impor daging sapi dan penatausahaan impor daging sapi di daerah Pabean Tanjung Priok. Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai  sistem pengendalian impor daging sapi  dalam rangka pencapaian tujuan PSDS. Adapun lingkup pemeriksaannya adalah transaksi impor tahun 2010 s.d. Oktober 2012 di wilayah Pabean Tanjung Priok, dan  dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) yang diperiksa sebanyak 14.632 PIB.

 

Hasil Pemeriksaan Lanjutan (PDTT) yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:

1.       Pengendalian Impor Masih Lemah

Terdapat 2 (dua) periode pengendalian impor daging sapi, yaitu periode sampai dengan September 2011 berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Permentan/OT.140/4/2009, dan periode sejak   1 Oktober 2011 berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/2011.

a.  Periode s.d September 2011

Pada periode ini seluruh kebijakan impor daging sapi, mulai penetapan kebutuhan impor daging sapi  s.d pemberian izin impor  daging sapi dilakukan oleh Menteri Pertanian. Penetapan  kebutuhan impor daging sapi dan pemberian kuota impor oleh Kementerian Pertanian tidak didokumentasikan dan tidak ada dasar perhitungannya. Pemberian kuota impor tidak berdasarkan Blue Print PSDS, melainkan hanya berdasarkan kebijakan Menteri Pertanian yang tidak ada dasar perhitungannya.  Hal ini mengakibatkan realisasi impor jauh di atas kebutuhan, yaitu :

                                                                           Dalam ribu ton

No

Uraian

2008

2009

2010

2011

2012

1

Kebutuhan konsumsi daging 313,3 325,9 338,7 351,9 365,4

2

Produksi lokal 233,6 250,8 283,0 316,1 349,7

3

Kebutuhan impor 79,7 75,1 55,7 35,8 15,7

4

Realisasi impor 150,4 142,8 139,5 102,9 34,6

b.  Periode sejak Oktober 2011

Pada periode ini telah ada pembagian kewenangan sesuai tugas dan fungsi kementerian, yaitu kewenangan menetapkan kebutuhan impor dan pemberian kuota dilakukan oleh Rapat Koordinasi Kabinet Terbatas (Rakortas), dan izin impor daging sapi diterbitkan oleh Menteri Perdagangan berdasarkan rekomendasi dari Menteri Pertanian. Namun masih ada kelemahan, yaitu Menteri Perdagangan telah menerbitkan 2 (dua) Surat Persetujuan Impor (PI) yang melebihi dari rekomendasi Menteri Pertanian, yaitu :

  •  Surat PI No. 04.PI-52.12.0130 a.n. PT. Bina Mentari Tunggal dengan kuantitas  260 ton padahal Surat Rekomendasi Persetujuan Impor (RPP) hanya 240 ton sehingga kelebihan sebanyak   20 ton;
  •  Surat PI No. 04.PI-52.12.0255 a.n PD. Dharma Jaya dengan kuantitas 369 ton padahal RPP hanya 110 ton sehingga kelebihan 259 ton.

2.       Pembebasan PPN atas impor daging sapi menghambat Program Swasembada Daging Sapi.

Tujuan PSDS adalah menurunkan volume impor daging sapi menjadi sebesar 10% pada tahun 2014. Di lain pihak terdapat kebijakan pemerintah yang menghambat pencapaian tujuan PSDS, dimana Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tanggal 7 Januari 2007 telah membuat kebijakan untuk membebaskan pengenaan PPN atas impor barang tertentu yang bersifat strategis (termasuk daging sapi). Pada periode tahun 2010 s.d Oktober 2012, pemerintah telah membebaskan pengenaan PPN atas impor daging sapi sebesar Rp752,140 milyar. Kebijakan ini telah memberi insentif kepada para importir dan merugikan produsen daging sapi lokal karena kalah bersaing harga.

3.       PT. Impexindo Pratama pada tahun 2010 mengimpor daging sapi sebanyak 880,50 ton (31 PIB) diindikasikan tanpa Surat Persetujuan Pemasukan (SPP).

Data yang membuktikan, bahwa 31 PIB tersebut dibuat pada bulan Nopember 2010 dan dalam database Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok tercatat bahwa dokumen KH-5 (surat persetujuan bongkar) atas 31 PIB tersebut diterbitkan (ditandatangani) pada tahun 2010.

4.       PT. Impexindo Pratama (IP)  diduga memalsukan 40 dokumen invoice.

PT. IP pada bulan Februari s.d. Mei 2011 mengimpor daging sapi sebanyak 834.781,42 Kg dengan menggunakan 40 PIB.  Seluruh invoice (kuitansi pembelian dari pemasok) pada 40 PIB tersebut ternyata dipalsukan oleh PT. IP dengan mengubah nilai CIF (Cost, Insurance, and Freight) invoice a.n importir lain, yaitu PT. Karunia Segar Utama.

5.       PT. Karunia Segar Utama (KSU) diduga memalsukan 5 (lima) Surat  Persetujuan Impor (PI) daging sapi.

Terdapat 5 Surat PI a.n PT. KSU yang nomornya sama dengan surat PI a.n. 5 importir lain. Hasil pengecekan kepada Kementerian Perdagangan ternyata 5 surat PI  a.n. PT. KSU tersebut tidak  terdaftar.

PT. KSU pada bulan April s.d Juli 2012 telah mengimpor daging sebanyak 758,02 ribu Kg dengan menggunakan 2 (dua) surat PI yang diduga palsu tersebut dan lolos dari wilayah Pabean Tanjung Priok.  Kemudian PT. KSU pada bulan Juli s.d Agustus 2012 telah mengimpor daging dari Australia sebanyak 116 kontainer dengan menggunakan 5 surat PI yang diduga palsu. Terhadap 116 kontainer tersebut Ditjen Bea Cukai telah menyatakan sebagai barang tidak dikuasai dan dalam proses reekspor karena surat PI-nya tidak memenuhi persyaratan.

6.       Impor daging sapi sebanyak 22,82 ribu ton oleh 21 importir tidak melalui prosedur karantina. 

Hal tersebut selain mengakibatkan kesehatan dan kebersihannya diragukan, juga mengakibatkan tidak terpungutnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp2,362 milyar. Para importir yang diindikasikan tidak melalui prosedur  karantina adalah sebagai berikut :

No.

Importir

Kuantitas (Kg)

Jumal PIB

1.

CV. Sumber Laut Perkasa

5.692.129,29

178

2.

PT. Bumi Maestro Ayu

5.107.945,74

261

3.

PT. Karunia Segar Utama

6.471.099,18

310

4.

PT. Impexindo Pratama

2.288.877,07

99

5.

PT. Indo Guna Utama

25.590,72

1

 

7.       PT. Karunia Segar Utama (KSU) dan PT. Bumi Maestro Ayu (BMA) diduga merubah nilai transaksi impor (CIF) daging sapi untuk dapat membayar bea masuk yang lebih rendah.

Hasil perbandingan database transaksi impor antara Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) dengan DJBC diketahui terdapat 856 PIB yang nilai CIF-nya berbeda, dimana nilai CIF pada DJBC lebih kecil daripada BBKP. Hasil konfirmasi kepada produsen daging sapi di Australian (Allegro Pty) terdapat 289 PIB a.n PT. KSU dan PT. BMA yang nilai CIF-nya berbeda,  dimana nilai CIF yang dilaporkan kepada DJBC lebih rendah daripada CIF pada invoice yang dibuat oleh Allegro, yaitu:

  • PT. KSU, terdapat 274 PIB yang nilai CIF pada database DJBC lebih rendah USD 2,175 juta;
  • PT. BMA, terdapat 13 PIB yang nilai CIF-nya lebih rendah USD 222,41 ribu.

8.       Kesalahan pengenaan tarif PNBP Jasa Tindakan Karantina Daging Sapi mengakibatkan kekurangan penerimaan negara sebesar Rp26,478 juta dan potensi kekurangan penerimaan sebesar Rp73,70 juta.
9.       Belum adanya harmonisasi peraturan terkait pengklasifikasian jeroan sapi antara DJBC dan Badan Karantina Pertanian untuk keperluan impor.

 

BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI

Format PDF

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of