Jakarta, Jumat (17 Desember 2010) – Badan Pemeriksa Keuangan RI melakukan penandatanganan kesepakatan bersama dengan Lembaga-lembaga Negara di Auditorium Kantor Pusat BPK RI, Jakarta. Penandatanganan dilakukan oleh Sekretaris Jenderal BPK RI, Hendar Ristriawan bersama dengan para Sekretaris Jenderal dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat; Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Kesepakatan bersama yang disaksikan oleh Ketua BPK RI, Hadi Poernomo dan para Pimpinan Lembaga tersebut menyepakati mengenai Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi Sebagai Sarana dalam rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Melalui kesepakatan bersama ada tiga manfaat yang diperoleh, yaitu: pertama, akan terbentuk pusat data BPK dengan menggabungkan data elektronik BPK (E-BPK) dengan data elektronik auditee (E-Auditee), kedua, mempermudah pelaksanaan pemeriksaan BPK, dan ketiga, mendorong transparansi dan akuntabilitas data auditee. Hal ini juga bertujuan untuk memudahkan dalam pembentukan “BPK Sinergi”, yaitu mewujudkan efektifitas pemeriksaan BPK guna mendorong optimalisasi pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara yang transparan dan akuntabel.
Dengan adanya kerja sama ini, maka auditor BPK dapat melakukan akses data Lembaga Negara dari kantor BPK melalui sistem informasi yang dikembangkan dan dikelola bersama kedua pihak. Dengan cara ini, pemeriksaan BPK akan semakin efisien dan efektif. Waktu yang digunakan auditor di entitas yang diperiksa untuk proses pengumpulan dan pengunduhan data di entitas yang diperiksa menjadi berkurang karena sebagian atau seluruhnya sudah dapat dilakukan di kantor BPK.
Pada kesempatan ini, Ketua BPK menegaskan bahwa yang disepakati dalam Kesepakatan Bersama ini bukan mengatur mengenai kewenangan atau perizinan akses data Lembaga Negara oleh BPK tetapi Kesepakatan Bersama ini mengatur mengenai pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data Lembaga Negara oleh BPK. “Kesepakatan Bersama ini hanya mengatur mengenai “cara” untuk mengakses data Lembaga Negara”, jelas Ketua.
Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 15 Tahun 2004 Pasal 10 huruf a dan b, dan UU Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 9 ayat (1) huruf b, BPK memiliki kewenangan untuk meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa tanpa kesepakatan bersama ini pun BPK tetap berwenang untuk mengakses data Lembaga Negara yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Hal lain yang perlu dicermati dalam kesepakatan bersama ini adalah masalah keamanan data karena jaringan komunikasi data yang digunakan adalah berbasis pada internet. Kedua belah pihak harus dapat menjaga agar data Lembaga Negara yang masuk dalam sistem informasi ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Lembaga Negara harus menjamin bahwa sistem informasi untuk akses data Lembaga Negara ini hanya dapat diakses oleh auditor BPK. Di lain pihak BPK juga harus menjamin bahwa sistem informasi untuk akses data Lembaga Negara ini hanya digunakan untuk kepentingan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sebelumnya, BPK telah melakukan MoU dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, PT Krakatau Steel (Persero), PT Aneka Tambang (Persero), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). BPK berharap agar Kementerian/Lembaga/BUMN lainnya dapat segera melakukan kerja sama pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data dengan BPK. Secara bertahap pada akhirnya nanti dapat tercapai harapan BPK untuk menciptakan pusat data BPK dan strategi link and match dalam pelaksanaan pemeriksaan berbasis elektronik atau e-audit sebagai bagian dari pelaksanaan tugas pokok BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI
Leave a Reply