Aad Didakwa Terima Suap Rp 1 Miliar

Mantan Anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan H. Adriansyah, menjalani sidang pertama di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/8) kemarin. Aad-panggilan akrabnya- didakwa menerima suap dari bos PT Mitra Maju Sukses (MMS), Andrew Hidayat terkait pengurusan izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Andriansyah adalah mantan Bupati Tanah Laut, jabatan yang kini diemban oleh putra kandungnya, Bambang Alamsyah. Dia bertemu dengan Andrew pada tahun 2012 silam ketika pengusaha muda tersebut minta izin melakukan kegiatan jual beli batu bara milik PT Indoasia Cemerlang dan PT Dutadharma Utama.

Bahkan setelah tak lagi menjabat sebagai bupati, Andrew masih bergantung kepada Adriansyah untuk memperlancar usahanya. Andrew diketahui pernah meminta bantuan dalam pengurusan Persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB)i Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP)ii PT IAC dan PT DDU.

“Persetujuan RKAB kemudian diterbitkan oleh Distamben Tanah Laut dengan mencantumkan tanggal mundur yaitu 15 Februari 2015,” ungkap Jaksa. Sebagai imbal jasanya, Adriansyah beberapa kali menerima uang dari Andrew. Pemberian uang dilakukan secara bertahap, sebesar 50 dolar AS pada tanggal 13 November 2015 dan sebesar Rp 500 juta pada tanggal 28 Januari 2015.

Setelah itu, Andre kembali memberi uang sebesar 50 ribu dolar Singapura, atas permintaan Adriansyah agar dikonversi ke mata uang rupiah sebesar Rp 50 juta rupiah. Pada tanggal 9 April 2015, Agung sebagai kurir Andrew pergi ke Bali membawa uang sebesar 44 ribu dolar Singapura dan Rp 57,36juta. Kemudian Agung menyerahkan uang dari Andrew tersebut kepada Adriansyah. Saat itu juga, Agung dan Adriansyah ditangkap penyidik KPK.

Atas perbuatannya Adriansyah didakwa melanggar pasal 12 huruf b UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia terancam pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Sumber berita:

Radar Banjarmasin, Aad Didakwa Terima Suap 1 Miliar, Selasa, 25 Agustus 2015.

Banjarmasin Post, Aad Diancam Jaksa 20 Tahun, Selasa, 25 Agustus 2015.

 

Catatan berita:

  • Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
  • Dalam pasal 35 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa usaha pertambangan dilaksanakan dalam bentuk:
  1. Izin Usaha Pertambangan (IUP)

IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

  1. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

  1. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

IUPK adalah izin melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

IUP terdiri dari dua tahap:

  1. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan.
  2. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
  • Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”) menyatakan bahwa dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:
  1. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
    2. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan atau
    3. IUP Operasi Produksi.

IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) diberikan oleh:

  1. Menteri apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas provinsi dan negara;
  2. Gubernur apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas kabupaten/kota; atau
  3. Bupati/walikota apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam (b) diberikan oleh:

  1. Menteri, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari provinsi lain dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas provinsi;
  2. Gubernur, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari beberapa kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota; atau
  3. Bupati/walikota, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari 1 (satu) kabupaten/kota dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1 (satu) kabupaten/kota.
  • Pasal 12 UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan:

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

  1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
  2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
  3. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
  4. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
  5. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
  6. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
  7. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
  8. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau
  9. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya

 

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of