CATATAN :
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 22 dan Pasal 59 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Pasal 1 Angka 15 UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, terdapat lima unsur kerugian negara/daerah, yakni:
1. Adanya pelaku/penanggung jawab;
Penanggung Jawab Kerugian Negara/Daerah menurut ketentuan Pasal 59 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara diatur bahwa: Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Ketentuan tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 35 UU Nomor 17 Tahun 2003 yang mengatur sebagai berikut :
1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung
atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-
barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang
berada dalam pengurusannya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pelaku/penanggung jawab kerugian negara/daerah yang dapat dimintai pertanggungjawaban ada tiga pihak, yaitu bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat negara/pejabat lain. Khusus untuk Bendahara, menurut ketentuan Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah Setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan, uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.
2. Kekurangan uang, surat berharga, dan barang;
Disebut kerugian negara, apabila nyata-nyata terdapat kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang menjadi tanggungjawab bendahara, pegawai negeri non bendahara, atau pejabat negara/lainnya. Dalam implementasinya, kekurangan uang tersebut antara lain dapat berupa:
- selisih pembukuan uang/barang pada pengelolaan kebendaharaan;
- hilangnya kendaraan;
- membayar harga barang lebih mahal dari nilai yang seharusnya;
- menerima barang dengan nilai lebih rendah dari harga yang dibayar.
3. Kerugian yang jumlahnya nyata dan pasti;
Kerugian yang jumlahnya nyata dan pasti dapat diartikan Kerugian yang sifatnya nyata dan pasti mengenai nilai atau uang yang hilang dan harus diganti melalui perhitungan pembukuan; atau Kerugian negara sifatnya nyata dan pasti mengenai nilai suatu barang berdasarkan suatu keputusan lembaga/pejabat sesuai ketentuan peraturan perundangan, misalnya Keputusan Kepala Daerah tentang Nilai Kendaraan Bermotor atau tentang Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Berdasarkan ketentuan Pasal 62 Ayat (1) dan 63 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
4. Tindakan melawan hukum baik sengaja maupun lalai;
Terminologi perbuatan melawan hukum (PMH) pada mulanya hanya dikenal dalam hukum perdata yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPer bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian tersebut.
Dengan turut memperhatikan dasar pertimbangan tersebut di atas, unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPer itu sendiri yang merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam PMH, yaitu sebagai berikut.
a). Adanya perbuatan.
b). Perbuatan tersebut melawan hukum (baik formil maupun materil).
c). Ada kesalahan pada pihak yang melakukan, baik sengaja maupun lalai.
PMH disebut kesengajaan bila perbuatan dimaksud mengandung unsur:
1) Adanya kesadaran untuk melakukan perbuatan;
2) Adanya konsekuensi dari perbuatan tersebut;
3) Patut diduga dengan perbuatan tersebut pasti dapat menimbulkan konsekuensi.
PMH disebut kelalaian bila perbuatan dimaksud mengandung unsur:
1) Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan;
2) Tidak menjalankan kewajiban kehati-hatian.
d). Ada kerugian yang diderita.
e). Ada hubungan kausalitas antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi.
5. Adanya hubungan kausalitas antara tindakan melawan hukum dengan kerugian yang terjadi.
Hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian negara merupakan salah satu dasar untuk menentukan ada tidaknya perbuatan melawan hukum dalam penilaian terhadap terjadinya suatu kerugian negara. Kausalitas tersebut akan membuktikan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh bendahara, pegawai negeri non bendahara, atau pejabat lain yang mengakibatkan terjadinya kerugian. Jikalau terdapat kesalahan yang dilakukan oleh bendaharawan yang bersangkutan sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian, maka dapat ditetapkan pembebanan atas kerugian negara kepada yang bertanggung jawab.
Leave a Reply