Jakarta, Kamis, 15 Mei 2008. Pada hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima permohonan uji materiil (judicial review) yang diajukan oleh BPK RI atas UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Keputusan ini menunjukkan bahwa penegakan transparansi dan akuntabilitas fiskal masih jauh dari yang diharapkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Berkenaan dengan keputusan MK tersebut, BPK perlu menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Sesuai Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, BPK RI dibentuk sebagai suatu lembaga negara yang bebas dan mandiri hanya untuk melakukan satu mandat saja, yaitu untuk memeriksa setiap sen uang yang dipungut negara, dari mana pun sumbernya, di mana pun disimpan dan untuk apapun dipergunakan.
2. Dengan keputusan MK, berarti BPK RI tidak dapat melaksanakan mandat konstitusi untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk pajak dan tidak dapat memberikan informasi hasil pemeriksaan pajak yang benar dan utuh kepada rakyat melalui DPR untuk melaksanakan hak budgetnya. Dua hambatan pemeriksaan pajak yang ada dalam UU KUP masih tetap berlaku. Hambatan pertama adalah dalam prosedur pemberian data dan informasi oleh Ditjen Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (2a) huruf b UU KUP dan hambatan kedua adalah terbatasnya jenis informasi yang dapat diperoleh oleh BPK RI dalam melakukan pemeriksaan penerimaan negara dari pajak sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 34 ayat (2a) UU KUP;
3. Dengan keputusan MK, berarti DPR – selaku pembuat UU KUP itu sendiri – telah meredusir sendiri hak budgetnya karena UU yang dibuatnya tersebut tidak memungkinkan bagi BPK RI untuk memeriksa dan memberikan informasi tentang pemungutan, penyimpanan dan penggunaan penerimaan negara dari pajak yang berguna bagi DPR untuk melaksanakan hak budgetnya.
4. BPK berharap agar DPR dan Pemerintah mencari solusi untuk menegakkan transparansi dan akuntabilitas penerimaan negara dari pajak. Sistem self assessment – yang merupakan sistem perpajakan terbaik – akan tetap menjadi sistem yang rawan kebocoran jika tidak ada pemeriksaan eksternal yang independen. Tidak adanya akses atas informasi perpajakan untuk keperluan pemeriksaan berarti tidak ada transparansi dan akuntabilitas. Ketiadaan transparansi dan akuntabilitas menyebabkan BPK RI tidak dapat memberikan pendapat (disclaimer) atas kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah yang sekitar 70% rekening penerimaannya berasal dari pajak.
BPK menghormati dan tunduk kepada keputusan Mahkamah Konstitusi – lembaga negara tertinggi di bidang pengaturan UU dan keselarasannya dengan UUD 1945. Namun dengan memperhatikan permasalahan tersebut di atas, perlu dicarikan solusi agar transparansi dan akuntabilitas keuangan negara dapat ditegakkan untuk sepenuhnya demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat (welfare state).
Biro Humas dan Luar Negeri
ttd
B. Dwita Pradana, Plt. Kepala Biro
Leave a Reply