Catatan Berita Februari 5 2014 Dewan Minta Kembalikan 10miliar

Dewan Minta

Kembalikan Rp 10 Millar

Empat Instansi Kelebihan Penggunaan Anggaran

MARABAHAN, Pa­nitia Khusus (Pansus) DPRD Batola melakukan dengar pen­dapat dengan pimpinan SKPD dan Sekretariat Daerah (Setda) membahas temuan BPK RI Tahun Anggaran 2012-2013. Rapat tertutup dipimpin Ketua Pansus, Mahrus, diha­diri Sekda Supriyono, Kadis Pekerjaan Umum (PU) Abdul Manaf, Kadisprindag M Hasbi dan Para pejabat dari Dinas Pertanian. Informasi yang diterima BPost, rapat Pansus dengan pimpinan SKPD membahas temuan di empat instansi, yaitu Dinas PU, Dinas Perta­nian, Disperindag dan Sek­retariat Daerah. Empat instansi itu diha­ruskan mengembalikan dana proyek yang totalnya di atas mencapai ratusanjuta sampai miliar rupiah. Penyebabnya, kelebihan pembayaran pada puluhan proyek. Rapat pansus itu berlang­sung sekitar tiga jam. Hasil­nya, memutuskan empat ins­tansi itu harus mengembali­kan dana berdasarkan hasil temuan BPK RI.

Ketua pansus, Mahrus, me­ngatakan, sudah menyusun rekomendasi dewan untuk nantinya diplenokan dalam rapat paripurna. “Dalam minggu ini juga ka­mi adakan rapat paripurna un­tuk mengeluarkan rekomen­dasi dewan,” katanya, Selasa (4/2). Rekomendasi dewan berisi agar empat instansi mengem­balikan kelebihan pembaya­ran sesuai temuan BPK. “Ti­dak boleh dikurangi. Harus sesuai temuan BPK. Dikem­balikan dalam jangka waktu dua bulan,” tegas Mahrus sembari menyebutkan total dana yang harus dikembali­kan sekitar Rp 10 miliar dari empat instansi itu. Ditambahkan Amir Mah­mud, anggota DPRD Batola, kelebihan pembayaran sejum­lah proyek di empat SKPD akibat aparat di instansi bersang­kutan tidak melakukan survei harga pasar sementara (HPS). “Akibatnya, harga satuan jadi lebih mahal,” lontarnya.

Kadis PU Batola, Abdul Ma­naf, usai rapat, mengatakan, siap menindaklanjuti temuan BPK dalam dua bulan ini. la pun sudah melakukan pem­bicaraan dengan kontraktor yang proyek pekerjaannya menjadi temuan BPK. “Kami minta para kontrak­tor mengembalikan kelebihan pembayaran,” yakinnya. Ketika diminta sebutkan berapa dana yang harus di­kembalikan, Abdul Manaf hanya menyebutkan miliar rupiah. Begitupula Kadisperindag, M. Hasbi, yang juga mengata­kan kesiapannya menindak­lanjuti temuan BPK dalam waktu duabulan seperti yang direkomendasikan.

Ketua Gabungan Pelak­sana Konstruksi Nasional In­donesia (Gapensi) Batola, Rusli, saat dikonfirmasi, me­ngatakan sedang berada di Jakarta untuk berobat. “Tapi yang jelas, kami sudah melakukan pembicaraan dengan Inspektorat Batola,” ujarnya. Kepala Inspektorat, sam­bungnya, menyarankan agar para kontraktor mengemba­likan kelebihan pembayaran. Jika dalam dua bulan tidak dapat mengembalikan, maka dibuat surat pernyataan. “Kami siap mengembali­kan kelebihan pembayaran dalam dua bulan,” susul Rusli. Jika diperlukan, selanya, para kontraktor yang pro­yeknya mendapat temuan BPK membuat kesepakatan untuk mengembalikan. “In­tinya, kami siap mengem­balikan temuan BPK,” tan­dasnya. (don)

Sumber Berita :

Banjarmasin Post, Kamis, tanggal 2 Januari 2014.

Catatan :

Kelebihan pembayaran dalam Pengadaan Barang/Jasa

  1. Pasal 6 huruf  f Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun  2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menyatakan bahwa para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;
  2. Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun  2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 yang mengatur Tugas pokok dan kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen antara lain sebagai berikut :

a)   menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan barang/jasa yang meliputi :

1)   Spesifikasi teknis barang;

2)   Harga Perkiraan Sendiri; dan

3)   Rancangan kontrak.

b)   menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

c)    menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Surat Perintah Kerja (SPK)/surat perjanjian;

d)   melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;

e)    mengendalikan pelaksanaan kontrak;

f)     melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;

g)   menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;

h)   melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan

i)     menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen   pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

  1. Pasal 66 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 yang mengatur mengenai Penetapan Harga Sendiri antara lain “PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Barang/Jasa, kecuali untuk Kontes/Sayembara dan Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti pembelian.”
  2. Pasal 66 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun  2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mengatur penggunaan HPS yaitu sebagai:

a)   alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;

b)   dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah :

1)   untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, kecuali Pelelangan yang menggunakan metode dua tahap dan Pelelangan Terbatas dimana peserta yang memasukkan penawaran harga kurang dari 3 (tiga); dan

2)   untuk Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran.

c)    dan dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan puluh perseratus) nilai total HPS.

  1. Pasal 66 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun  2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menyatakan Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan, dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi:

a)   Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa dilokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya Pengadaan Barang/Jasa;

b)   informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);

c)    informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;

d)   daftar biaya/tarif Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;

e)    biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;

f)     inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;

g)   hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;

h)   Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana/engineer’s estimate);

i)     norma indeks; dan

j)     informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Leave a Reply

avatar
  Subscribe  
Notify of